Harus aku temui lagi sesuatu yang
aku benci hari ini, ya aku sangat membenci hujan. Mengapa hujan harus datang
kala ku harus lewati kebahagiaan. Hujan di Jumat ini begitu deras, baunya
begitu khas, seakan-akan membawaku menelusuri kenangan di tempat ini. Aku ingat
hampir lima bulan aku menginjakkan kaki di rumah baruku. Lebih tepatnya,
tempatku mengembangkan hobi-hobiku, bisa disebut “rumah kedua”. Bangunannya
begitu unik, banyak sekali “spot foto” di sekitar halaman atau disamping rumah
ini, daerahnya sangat hijau dan tak jauh dari pusat kota. Tak lama juga aku mengenal tetanggaku,
pertemanan yang begitu erat aku rasakan bersama mereka, walau belum lama bersua.
Tapi mengapa hujan harus datang di hari ini, kemarin, dua bulan lalu atau
bahkan dalam momen-momen yang tak aku inginkan. Kata orang, jika hujan turun
adalah keberuntungan, berbeda denganku..
Hujan yang aku rasakan pertama kali di
tempat ini, harus aku lalui dengan pahitnya menelan ludah. Waktu itu aku harus
melihat seseorang yang menghantarkanku ke tempat ini harus pergi meninggalkanku.
Kakak cantik berhati lembut itu harus pergi dari rumah kedua ini, karena perihal
yang tak mampu ia jelaskan. Sungguh sedih mengingatnya, tanpa ia aku tak bakal
bisa ada disini dengan dunia baru yang amat aku cintai. Tapi dia selalu menjadi
inspirasiku sampai sekarang, berkatnya aku mampu optimis mengejar impian yang
aku dambakan. Walau tak lama kenal, aku bangga dengannya dan bisa dikatakan aku
beruntung bertemu dengan dia. Entah kemana ia sekarang, mungkin sudah begitu
sibuk dengan rutinitas barunya yang begitu menyita waktu, sampai ia tak pernah
lagi berkunjung ke rumah ini.
Air mataku harus kukorbankan
lebih banyak saat aku lalui hujan kedua di tempat ini. Tepat bulan ramadhan,
aku harus menelan pahitnya tusukan yang tak aku ketahui asalnya. Tusukan itu
membuatku tak sempurna seperti dahulu. Bahkan karena kejamnya fitnah dunia,
sahabatku juga harus meninggalkanku. Bukan pergi dari tempat ini, hanya saja
posisiku yang selalu menempel dengannya harus terpisah. Aku merasa bukan hidup
dirumah keduaku lagi. Walaupun setiap hari memijakkan kaki disini, rasanya ini
seperti tempat asing. Tak jauh beda dengan mall, taman, tempat hiburan lainnya
yang aku anggap “asing”. Hampir aku pergi dari sini karena situasi tak lagi
bersahabat denganku. Terus terdengar sindiran-sindiran halus di luar sana.
Walau sedikit menyayat hati, aku berusaha menghibur diri supaya jangan
dikendalikan keadaan, tapi aku yang mengendalikan keadaan. Apapun yang tak
membangkitkanku untuk berkarya disini, tak pula aku hiraukan.
Lagi-lagi turun hujan ketika aku
lagi dipaut rasa senang. Jumat yang begitu melelahkan, banyak hal yang telah
aku lakukan hari ini. Aku senang bisa mengenal salah satu yang seumuran
denganku disini, kebetulan aku paling kecil usianya diantara yang lain. Dengan
ia aku bersahabat layaknya teman-temanku disekolah. Berbagi keluh kesah,
menceritakan tentang kehidupan masing-masing tanpa lelahnya, mencari solusi
bersama bahkan tak sungkan kami saling cerita tentang persoalan cinta
masing-masing. Selama sahabatku tak lagi dekat denganku, aku jadi lebih akrab
dengannya. Terima kasih atas segala kebaikan yang kalian beri kepadaku,
menghiburku dari segala kesedihan yang mengakar, kegundahan yang tumbuh bahkan
kekecewaan yang menjadi-jadi. Persahabatan ini jangan pernah sirna walaupun ada
saja yang ingin merobohkannya. Dan aku rasa Jumat ini harus jadi hujan terakhir
yang aku alami disini, aku tak ingin memperdalam kekecawan kala bertemunya
lagi.
Untuk semua orang yang telah
berbagi ilmu dan mendukungku selama ini
semoga kesuksesan dan rencana indah lainnya selalu datang ke kehidupan kalian.
Walau kalian selalu bilang, tak perlu aku membenci hujan, toh setelahnya akan
ada pelangi nan indah. Tapi hujan terakhir yang aku temui di tempat ini seakan
tak bisa aku hentikan, sungguh, aku tak bisa menghentikannya. Ia
menghantarkanku pulang, dan tak jua kembali ke tempat ini. Mungkin pelangi
enggan menampakkan diri jika aku tetap disini. Tak tahu permasalahan sebenarnya apa, namun keadaan tak mengizinkan lagi aku tumbuh dan tua di tempat ini. Hujan terakhir ini begitu deras sehingga menutupi tangisku, dan tak pernah bisa kutemui lagi.
“Aku benci hujan, sebentar apapun
itu turun. Tapi selalu ada pelangi setelahnya, yang memberikan warna,
menenangkan, bahkan mendamaikan hati dari gelapnya langit,” –Naurah Lisnarini
Aku percaya, Bang, Kak, apapun
yang terjadi hari ini, bagaimanapun peristiwanya terjadi pasti skenario Allah
yang paling terbaik. Maaf aku harus meninggalkan rumah kedua kita, walau dalam
benakku tak ingin. Keep in touch, see u
all on the top!:) bakal kangen kalian manjahhhhhhh muahh
Palembang, 15 Juli 2016
23.23
Ditemani bisik angin dan secangkir kopi hangat~ Yuk, semangat!-naw